Sekitar 8 bulan yang lalu, aku pernah melamar kerja di sebuah redaksi koran ternama di kotaku, Banjarmasin. Berawal dari ajakan teman yang menawarkan apakah aku ingin mencoba bekerja ditengah-tengah kesibukan kuliahku. Seketika aku menjawab bahwa aku tertarik untuk bekerja disana. Mungkin kalian bertanya-tanya apa yang menyebabkan aku menerima tawaran tanpa pikir panjang. Jawabannya bukan sepenuhnya karana gengsi dan uang yang bisa ku peroleh, melainkan aku meyakini bahwa akan banyak pengalaman yang bisa ku dapat disana. Terlebih-lebih, jabatan yang akan ku duduki adalah sebagai Grafic Designer, Wow! aku pasti menyukainya.
Ku masukkan lamaranku lalu langsung menjalani interview. Aku masih ingat orang yang mewawancaraiku, aku memanggilnya Pak Doni. Beliau masih muda dan sangat ramah, terlihat sangat begitu profesional dalam bercakap ria dengan siapapun yang ada dihadapannya. Setelah sekitar satu jam interview ku selesai. Setelah menunggu sekitar 2 minggu, akhirnya aku mendapat panggilan dan mulai boleh bekerja.
Singkat cerita, aku sekarang sudah berhenti bekerja disana. Alasannya karena nilai kuliah ku anjlok karena terlalu sibuk bekerja. Tapi aku tak pernah menyesal. Disana aku punya banyak teman, terlebih satu sosok yang mungkin hanya dapat ku akbrabi sekitar 2 atau 3 bulan, namun beliau memberiku suatu pengalaman berarti. Aku memanggil beliau Bang Ivanda, seseorang yang mengenalkanku kepada sebuah aliran seni yang kurang ku kenal sebelumnya, Sketsa Realis. Beliau mengajariku dengan singkat namun jelas, dan membiarkanku melihat-lihat karya seni beliau. Sungguh aku terinspirasi dan sangat tertarik, hingga aku pun memulai untuk belajar.
Pertama-tama aku bingung, objek apa yang harus ku gambar. Aku berpikir tak mungkin aku menggambar artis untuk berlatih. Aku sulit mendapatkan mood untuk menggambar bila hanya menggambar seseorang yang tidak ku kenal, at least, aku pernah ngobrol baik didunia nyata atau maya, yang penting ada komunikasi dengan seseorang yang akan ku lukis.
Suatu hari aku yang sedang menggambar kartun, ditegur oleh salah seorang teman bernama Hesty Dinayanti. Dia bilang gambarku bagus, tapi lebih baik aku menggambar wajahnya daripada menggambar langsung. Seketika aku mendapatkan mood untuk menggambar Hesty. Tapi pada saat itu aku masih terlalu takut ngomong langsung kalau aku akan menggambarnya. Alasannya karena aku takut dia nagih gambarnya padahal hasilnya tidak bagus karena itu the first time aku membuat sketsa realist. Akhirnya, aku putuskan menggambar diam-diam dari foto profile FB nya, dan bila hasilnya bagus, baru ku kasih tahu.
Setelah beberapa kali gagal, ternyata aku berhasil.
Aku ketagihan menggambar skets. Sekitar 1 bulan aku mencari "mangsa", akhirnya aku menemukan seorang teman yang layak untuk dijadikan model. Namanya Sari Meliyana. Awalnya aku lihat dia di FB, eh ternyata dia satu kampus denganku. Memang tidak mudah menggambar skets realis yang bagus. Aku masih membutuhkan foto dengan kualitas yang bagus untuk menggambar skets yang bagus pula. Ini pertama kalinya aku mendapat kritik karena aku terlalu pede untuk memberikan hasil yang tidak sempurna kepada sang model. Ini yang ku gambar.
Dia bilang, "gak mirip". Memang tidak mirip sama sekali. Namun ini jadi tantangan untukku, karena memang sifat asliku yang tak kenal kata menyerah untuk mempelajari sesuatu yang baru. Hasilnya...
Hey, ini memang bagus. Namun ini bukan yang ku inginkan. Yang aku mau adalah menghasilkan sebuah skets yang guratan pensil dapat terlihat jelas namun tetap terlihat hidup. Kalau kulihat gambar-gambar sebelumnya memang, bisa-bisa aku menjadi mesin printer photo hitam-putih hidup. Aku tahu memag ada orang-orang yang suka membuat sketsnya seperti photo hitam putih. Namun aku tidak mau menjadi seperti itu. Aku ingin sekali memiliki sketsa realis yang memiliki guratan layaknya skets di komik-komik amerika. Mungkin karya-karya bang Ivanda lah yang bisa ku jadikan kiblat. Ini beberapa contoh karya beliau yang sering ku lihat.
Luar biasa bukan. Itu sebuah karya mahal dimataku, dan aku ingin bisa menggambar seperti. Kuputuskan menggambar dari awal. Belajar lagi dengan mencoba cara guratan yang berberbeda. Dan yang kuhasilkan ini.
Lumyan puas karena aku sudah bisa memperlihatkan garis pensilnya walau masih tak sebagus punya bang Ivanda, tapi aku terus belajar. Banyak hasil gambar yang ku buat namun lupa ku scan, dan langsung ku berikan ke orangnya. Suatu hari aku iseng pengen ngambar yang halus lagi. Akhirnya, kuputuskan untuk menggambar John Lennon, yang hasilnya akan ku berikan kepada temanku Rivai sebagai kado Ulang Tahunnya. Ini gambar waktu masih setengah jadi.
Kembali kepada pembelajaran skets berkiblatkan karya bang Ivanda namun tak ingin kehilangan jati diri. Akhirnya aku menemukan model baru. Dia memang model, orang Bali. Ake mengenalnya di FB. Beruntung dia mau memimbarkanku menggambar fotonya, dan aku juga beruntung hasil sketsnya mendapat pujian. Tapi yang paling menyenangkan adalah Hey, ini yang ku inginkan. Guratan seperti ini yang ku dambakan, cuma ini agak sedikit halus, akan kukasarkan ! maka ini aku !!! karya ku!!! itu lah yang ada dipikiranku. Betul... Masih terlalu halus... dan harus ku kasarkan sedikit.
Setelah ini, banyak sekali karya yang ku hasilkan namun tak sempat ku scan. Tapi tak apalah karena aku sudah menemukan guratan yang ku mau, hingga guratan itu membuatku menggaris raut wajah seorang wanita yang sekarang sudah menjadi pacarku.
Tuhan begitu adil, karena aku beruntung menemukan seseorang yang memiliki pandangan seni sama sepertiku. Dia juga suka menggambar dan kaya'nya tidak akan membuatku berhenti melakukan hobiku. Semoga aku tidak dihentikan, karena, AKU MASIH BELAJAR MENGGAMBAR.
0 comments:
Post a Comment